Kisah cinta Romeo and Juliet menjadi kisah abadi yang selalu menyita perhatian dan duka lara yang dalam bagi siapa pun yang menyimaknya.
Begitu pun cinta Ali Topan pada Anna Karenina. Gadis manis yang menjadi oase bagi kehidupannya yang gersang dan kering akan kasih sayang dan perhatian orang tua.
Legenda Ali Topan si anak jalanan kembali diangkat Ari Tulang. Kali ini ke dalam pentas musikal yang megah, penuh ketegangan, dan amarah.
Ali Topan The Musical yang dipentaskan selama tujuh hari berturut-turut, mulai 11-17 April di Graha Bhakti Budaya, Taman Ismail Marzuki, Jakarta, adalah bangkitnya tokoh fiksi dari khasanah budaya pop Indonesia tahun 1970-an. Ia adalah legenda. Sosoknya begitu khas. Rambut gondrong, jaket kulit, dan celana jin cutbray, duduk angkuh dan dingin di atas sepeda motor trail warna kuningnya. Pesonanya begitu kuat, meski ia adalah sosok yang penuh lara.
Di bawah arahan sutradara dan koreografer Ari Tulang, Ali Topan menjadi sebuah pertunjukan yang penuh warna. Dendy Mike’s, mantan vokalis band Kunci memerankan sosok Ali Topan dengan sangat menawan. Karakter vokalnya mampu menyuarakan sosok yang pas, macho, keras di luar, namun rapuh di dalam.
Sementara Kikan Namara, mantan vokalis band Coklat yang membawakan tokoh Ana Karenina pun tak kalah menawan. Ia tampil begitu remaja, cantik, dan lincah. Namun, hatinya tak kalah duka dengan Ali Topan.
Ali Topan adalah anak dari keluarga berada yang kurang mendapat perhatian. Rumah bagi Ali Topan tak lagi menjadi rumah. Ayah dan ibunya sibuk dengan skandal mereka masing-masing. Sebaliknya, Ali Topan lebih suka berada di jalanan, bersama gengnya karena mendapatkan kenyamanan dan kehangatan dari teman-temannya. Sesuatu yang tidak dia dapatkan di rumah hingga dia bertemu dengan Anna Karenina. Gadis manis yang memiliki keresahan tak berbeda dengan Ali Topan.
Cinta mereka tumbuh apa adanya. Bagi Ali, Anna adalah penyejuk kegelisahannya. Sementara bagi Anna, Ali adalah kejujuran dan pemberontakan yang didambakannya. Ann juga menyimpan amarah yang menggelegak terhadap kehidupan keluarga ningratnya yang penuh aturan dan mengekang kebebasannya.
Ketika cinta mereka teradang oleh Boy, cowok parlente, rentenir penyedot darah rakyat yang bermuka dua, pandai menjilat, dan berpura-pura, Ali dan Anna pun melawan.
Sepanjang dua setengah jam pementasan, panggung memang dipenuhi aura perlawanan dan kemarahan itu. Dian HP yang menata lagu, menggubah lagu-lagu dalam cita rasa yang berbeda namun di atas landasan musik rock. Ini tentu menyesuaikan spirit pemberontahan anak muda ala 70-an yang masih relevan hingga sekarang. Dua lagu yang sangat populer tampil di atas panggung, Ali Topan dan Surya Gemilang.
Para penonton yang sebagian adalah remaja di tahun 1980-an seolah larut dalam irama nostalgia mereka. Dian juga menyisipkan unsur-unsur musik tradisional Betawi, Jawa, dan Sunda untuk menyesuaikan karakter yang tengah menyusun cerita di atas panggung.
Para pemain tampil dengan busana dalam nuansa warna yang sangat 70’an. Selain Dendy dan Kikan sebagai pemeran utama, pertunjukan diperkuat oleh Sita Nursanti, Ricky Johanes, Lisa Depe, Smile, Chandra Satria, Ary Kirana, Haikal, Mawar, Dicky Rizaro, Tike Priyatnakusumah, dan Tri Utami. Para pemain tampil begitu kuat, dengan vokal yang berstamina.
Berakhir Tragis Cerita tentang Ali Topan bermula dari novel karya Teguh Esha yang kemudian difilmkan dan disutradarai sendiri. Film yang dibintangi Junaedi Salat dan Yati Octavia itu sukses besar. Kisah cintanya menjadi inspirasi dan perenungan yang dalam sejak itu. Ali Topan kemudian menjadi legenda, sosok yang mewakili generasi yang ingin memberontak dari kondisi tak nyaman di keluarga.
Kisahnya diulang dalam sebuah sinetron yang dibintangi Ari Sihasale dan Karina Suwandi. Kali ini legenda itu kembali bangkit dalam drama musikal yang penuh warna.
Amarah menjadi napas drama musikal Ali Topan. Kisah cinta yang berakhir tragis. Kisah cinta mereka terhalang oleh sikap kolot orang tua Ana yang hanya mau menjodohkan anaknya dengan sesama anak orang kaya.
Meski begitu, kisah cinta yang sederhana itu menjadi pertunjukan yang penuh emosi di tangan Ari Tulang. Energi yang dibangun begitu membara, mood terbangun dengan rapi dan akhir yang klimaks. Unhappy ending yang disuguhkan Ari Tulang seperti pukulan telak bagi penonton. Sang tokoh memilih bunuh diri. Penonton pulang dengan emosi yang masih begitu tinggi, terbawa luka cinta Ali Topan dan Anna.
Bagi Ari Tulang, ini adalah drama musikal kedua yang ia garap. Yang pertama, Gita Cinta The Musical sukses meraup penonton.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar